Setelah hegemoni
Mu’tazilah berakhir, Asy’ariyyah dan Maturidiyyah berhasil mencuri perhatian
umat Islam . Hal ini menjadikan keduanya sebagai akidah yang dipedomani dan
diamalkan oleh mayoritas umat Islam. Menariknya , usaha yang dilakukan keduanya
-Asy’ariyyah dan Maturidiyyah- bukan melalui jalur politik dan diplomasi .
Melainkan melalui debat terbuka dan diskusi dengan para pemuka Mu’tazilah .
Usaha yang dilakukan ini pada awalnya mendapat kritikan dari para ulama . Abul
Hasan Al-Asy’ari misalnya , pendiri akidah Asy’ariyyah ini pada awalnya mendapat
kritikan dari para ulama kaitannya dengan aktivitas beliau yang sering mondar
mandir untuk menemui para ulama Mu’tazilah . Para ulama menilai tindakan
Asy’ari tersebut bertentangan dengan sikap para salaf yang mana mereka memilih
untuk menjauhi Mu’tazilah dikarenakan berbagai akidah menyimpang yang mereka
yakini. Namun , dengan cerdik beliau menjawab :
“ Seandainya aku tidak mendatangi mereka , tentu aku tidak akan
dapat menyampaikan kebenaran . Mereka – Mu’tazilah- ini adalah para qadhi dan
pembesar negara. Sehingga, mustahil mereka akan menemuiku “.
Nampaknya ,
keputusan berani Al-Asy’ari tersebut adalah pilihan yang tepat. Berkat berbagai
perdebatan yang beliau lakukan , nama beliau menjadi harum di kalangan umat
Islam . Beliau disanjung oleh umat dan pemikiran yang beliau bawa diterima
dengan baik oleh para ulama. Para ulama dari kalangan ahli hadits, tafsir
maupun fuqaha mereka semua menerima pemikiran Asy’ariyyah. Mereka menganggap
gagasan yang beliau bawa sebagai ajaran yang menginterpretasikan pemahaman Nabi
SAW dan para sahabat.
Madzhab Asy’ariyyah
berkembang sangat pesat . Dalam setiap periode selalu ada tokoh yang berjuang
mengibarkan panji Asy’ariyyah . Pada
periode awal misalnya , murid-murid Al-Asy’ari sendirilah yang menjadi tokoh
utama penyebar ajaran ini . Pada masa selanjutnya , nama-nama seperti
Al-Baqillani , Abu Ishaq Al-Isfiraini , dan Ibnu Furak menjadi garda terdepan
dalam menyebarkan dan membela Madzhab Asy’ari . Tongkat estafet selanjutnya
dipegang oleh nama-nama besar seperti Al-Ghazzali dan gurunya , Imam Haramain
Al-Juwaini. Berbagai nama yang disebut di atas menjadi poros utama penyebaran
ajaran Asy’ariyyah. Di samping itu , Asy’ariyyah juga berkembang berkat
banyaknya madzhab fiqih Islam yang terikat dengan madzhab kalam ini. Zakariyya
Al-Anshari dan An-Nawawi misalnya , mereka adalah fuqaha madzhab Syafi’i yang
menganut akidah Asy’ariyyah . Dari kalangan Madzhab Maliki , ada Ibnu Rusyd
yang juga menganut akidah Asy’ariyyah. Pandangan Asy’ariy yang rasional namun
selaras dan tidak bertentangan dengan dalil agama (Al-Qur’an dan Sunnah) menjadikan paham ini
dicintai dan dianut oleh kebanyakan umat Islam.
Asy’ariyyah
berpandangan bahwa agama tidak bertentangan dengan akal. Menurut Asy’ariyyah
agama dan akal bukanlah dua hal yang bertentangan . Keduanya mampu berjalan
beriringan . Pendapat-pendapat teologis Asy’ariyyah selalu disandarkan pada
Al-Qur’an dan Sunnah . Hal inilah yang
membedakan Asy’ariyyah dengan Mu’tazilah . Mu’tazilah dianggap telah melampaui
batas dalam menggunakan akal . Sehingga , beberapa argumen teologisnya dianggap
sudah jauh bertentangan dengan maksud dari Al-Qur’an dan hadits itu sendiri .
Sedangkan, Asy’ariyyah dianggap mampu menyajikan argumentasi yang logis namun
tidak bertentangan dengan teks Al-Qur’an dan hadits . Proporsionalitas inilah
yang membuat akidah Asy’ariyyah banyak dianut oleh mayoritas umat Islam karena
ajarannya dirasa logis namun sesuai dengan dalil-dalil agama .
Dalam menjelaskan
ke-Esa-an Tuhan misalnya . Asy’ari berpendapat bahwa mustahil Tuhan itu tidak
esa. Menurut beliau , seandainya tuhan itu ada banyak , maka akan terjadi
berbagai kekacauan. Misal saja , ada tuhan A dan tuhan B . Tuhan A menghendaki
bumi itu bergerak . Sedangkan tuhan B menghendaki bumi itu diam . Menurut
Al-Asy’ari , hal ini adalah sesuatu yang mustahil . Mengapa? Karena antara diam
dan bergerak adalah dua hal yang berbeda. Sehingga mustahil keduanya akan
terjadi pada saat yang bersamaan . Al-Asy’ari mendasarkan pandangannya ini pada
QS Al-Anbiya ayat 22 :
لَوْ كَانَ
فِيهِمَا آلِهَةٌ إِلَّا اللَّهُ لَفَسَدَتَا ۚ فَسُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ
الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ
Artinya :
“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah,
tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai
'Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.”
Contoh lain yang membuktikan bahwa Asy’ariyyah
adalah paham yang rasional adalah dalam pembahasan mengenai kehendak Tuhan .
Mu’tazilah berpandangan bahwa Tuhan tidak menghendaki keburukan . Menurut
mereka Tuhan hanya menghendaki kebaikan . Bagi Al-Asy’ari argumen seperti ini
tidak logis dan berbahaya. Ini dikarenakan jika Tuhan hanya mampu menghendaki
kebaikan dan setan mampu menghendaki keburukan, berarti setan lebih hebat dari
Tuhan . Akibatnya manusia akan lebih mudah jatuh kepada kekufuran dan keburukan
daripada kebaikan.
Pandangan-pandangan
Asy’ariyyah penting untuk didalami guna menyelamatkan akidah dan iman umat
Islam . Terlebih lagi , untuk zaman sekarang di mana ateisme telah menjadi
racun bagi kebanyakan umat beragama , termasuk umat Islam . Pandangan-pandangan
teologis Asy’ariyyah yang rasional namun
selaras dengan dalil-dalil agama insya Allah akan mampu membentengi umat Islam
dari syubhat-syubhat ateisme yang didengungkan oleh orientalis-orientalis barat
. Argumentasi logis dari akidah Asy’ariyyah apabila dipahami dengan baik dan
mampu diterapkan dalam berbagai diskusi saya rasa akan mampu menjawab pandangan-pandangan
rasional barat yang cenderung
antroposentris dan mengabaikan aspek-aspek ketuhanan.
No comments:
Post a Comment