Featured Post

mengenal evaluasi pembelajaran dan ANBK pengganti UNBK

halo pembaca, selamat datang di blog ini 👋   Di masa kini sering kali evaluasi disamakan dengan ujian dan penilaian. Ujian pada kenyata...

Saturday, October 2, 2021

Dipertemukan Olehmu

 

 
Sumber: pinterest

Gadis yang berbalut berkhimar besar tersebut masuk kedalam Masjid untuk menunaikan ibadah shalat magrib. Walaupun kegiatannya padat hari ini. Ia tetap tidak melupakan ibadahnya sebagai umat islam. Ia Nadira Najma As Salwa, seorang perempuan yang menerangi hidupnya layaknya sebuah bintang dan selalu terbawa kebahagiaan. Itulah arti dari nama perempuan yang memiliki mata indah sekaligus bibir merah mudanya.

Setelah melaksanakan shalat, Nadira beranjak menuju kafe untuk mengerjakan tugas kuliahnya. Ia mahasiswi semester akhir. Sekaligus salah satu mahasiswi beasiswa dikampusnya.

Suara lonceng pintu cafe membuyarkan pandangan Nadira kesalah satu sosok laki-laki bertubuh tinggi, dan gagah menuju kasir. 

"Masyallah, ganteng banget ya. Astaghfirullah Nad!! Jaga pandangan! Kebiasan sih kamu," Nadira menggerutu pada dirinya sendiri. Beralih lah ia segera menundukan pandangannya lalu berubah menatap layar laptopnya.

Suara agak serak basah melamunkan kegiatan Nadir, "Assalamualaikum mbak?"

"E-ehh... Waalaikumsalam Mas. Ada apa ya?"

"Boleh saya duduk disini?"

"M-maaf Mas, apa tidak bisa duduk ditempat lain?"

"Maaf, saya sebenarnya juga ingin di meja lain. Tapi kata pelayan meja di cafe ini sudah penuh. Jadi saya disuruh berbagi bersama mbak," jelas laki-laki yang sempat Nadira tatap seperkian detik. Laki-laki dengan postur wajah oriental, rahang yang terlihat tajam, karena itulah Nadira sempat memujinya tampan. 

Nadira masih saja melamun tanpa melihat mata sang lawan bicara, "Mbak?" 

"I-iya Mas, boleh..." ucapan singkat mampu membuat sosok laki-laki didepannya tersenyum. 

Sudah duapuluh menit,  Nadira duduk bersama laki-laki yang entah belum ia kenal. Sepanjang waktu, Nadira dibuat tidak fokus mengerjakan tugas. Laki-laki didepannya sangat membuatnya susah untuk menghafal semua materi yang sedari tadi ia baca.

Nadira kini menutup laptopnya. Ia berniat untuk bergegas pulang ke pondok pesantren.

"Permisi Mas, saya duluan ya."

Lamat mata laki-laki didepannya terus menatap penuh keteduhan, "Iya Mbak, hati-hati dijalan. Ini bawa payung saya, takut hujan. Cuacanya mendung," ucapnya  sembari memberikan payung kepada Nadira.

***

Malam ini tubuh Nadira terasa sangat lelah, serta kedinginan. Tadi saat perjalanan pulang Nadira kehujanan. Ia memang membawa payung pemberian dari laki-laki di kafe tadi. Tapi, ditengah perjalanan ia melihat seorang ibu dan anak kecil tidak membawa payung. Jadinya ia memberikan payung tersebut pada ibu dan anak didepan toko bunga. Saat itu pula Nadira berniat untuk mengganti payung tersebut. Akhirnya, Nadira berlari dibawah derasnya hujan kala sore itu.

"Hachim... Duh kenapa jadi masuk angin begini sih? Kamu kuat Nad!! Cuma kena air hujan doang sakit," gumam Nadira diatas kasur dan tubuhnya sudah terbalut selimut tebal miliknya.

Ia mencoba mengambil benda gawainya. Beberapa temannya berlomba-lomba mengumbar kemesraan di media sosial. Sedangkan Nadira, cukup berada di titik dimana ia harus menjalani hidup sendiri. Tanpa kekasih, keluarga, bahkan kasih sayang. Ia beruntung saat ini tinggal di pesantren Al-Makmur, disitulah ia menemukan banyak teman sekaligus keluarga baru.

***

"Nad? Gimana lo terima gak ta'arufnya?" tanya Farah sahabat terdekat Nadira. Mereka sedang berada di taman dekat kampusnya. Disitulah posisi ternyaman yang dipilih Farah.

"Belum tau Nad, insyallah akan aku terima."

"Uluh-uluh... Iya Nad, lo harus coba dulu. Ta'aruf kan masih tahap mengenal. Jadi, masih ada kesempatan lo buat mengenal dia dulu."

"Iya Farah bawel! Aku tau itu," ucap Nadira dengan tangan mencubit hidung sahabatnya itu.

Setelah seminggu kejadian ditaman, hari ini Nadira harus bertemu dengan laki-laki yang mengirimkan sebuah cv t'aruf padanya. Tepat di pukul delapan pagi, Nadira sudah sampai didepan toko bunga.

Seketika lamunannya terbuyar saat suara laki-laki memanggil namanya, "Mbak Nadira ya?" tanyanya sangat sopan. Suaranya ia rendahkan jadi berkesan lembut. Nadira menatap kearah laki-laki yang sudah ada didepannya.

"Laki-laki yang di kafe? Dia yang ingin mengajakku ta'aruf?" batin Nadira.

Nadira sangat terkejut, apa ini jalan satu-satunya supaya ia tidak hidup sendirian lagi? Ia tahu betul dari dulu ia ingin sekali memiliki keluarga. Bahkan seorang kekasih. Bedanya kekasih halal, bukan status kekasih yang biasa disebut pacaran. 

"Iya Mas, ini Mas yang waktu itu di kafe kan?" Laki-laki tersebut menganggukan kepalanya. Seraya menerbitkan senyuman indah dari lengkungan bibirnya. Manis.

"Nama saya Firdaus Asyahdan," sungguh Nadira sangat senang bisa mengenalnya. Ya, walaupun didalam cv ta'aruf sudah diberi nama. Tapi Nadira tidak terlalu fokus dengan rupanya.

"Nama saya Nadira Najma As Salwa."

Sejak saat itu, Nadira menerima ta'aruf dari Firdaus. Nadira rasa ia menemukan laki-laki yang tepat untuk mengisi kekosangan hatinya selama ini. Sekaligus akan menjadi ibadah selamanya bersama Firdaus.

 

No comments:

Post a Comment